A.
KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Pengertian/Definisi
Alergi makanan adalah
respon abnormal tubuh terhadap suatu makanan yang dicetuskan oleh reaksi
spesifik pada sistem imun dengan gejala yang spesifik pula
Alergi makanan adalah
kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan sistem tubuh yang
ditimbulkan oleh alergi terhadap bahan makanan. Dalam beberapa kepustakaan alergi makanan dipakai untuk menyatakan suatu reaksi terhadap makanan yang dasarnya adalah reaksi hipersensitifitas tipe I dan hipersensitifitas terhadap makanan yang dasaranya adalah reaksi hipersensitifitas tipe III dan IV.
ditimbulkan oleh alergi terhadap bahan makanan. Dalam beberapa kepustakaan alergi makanan dipakai untuk menyatakan suatu reaksi terhadap makanan yang dasarnya adalah reaksi hipersensitifitas tipe I dan hipersensitifitas terhadap makanan yang dasaranya adalah reaksi hipersensitifitas tipe III dan IV.
2. Epidemiologi
Alergi makanan bisa
menyerang siapa saja dengan kadar yang berbeda beda. Pada saat seseorang
menyantap makanan kemudian timbul perasaan tidak enak pada tubuhnya maka mereka
akan beranggapan bahwa mereka alergi terhadap makanan tersebut. Fakta
membuktikan, tidak semua anggapan tersebut benar. Hanya 1% pada orang dewasa
dan 3% pada anak anak yang terbukti jika mereka memang benar benar alergi
terhadap makanan tertentu.Alergi makanan umumnya terjadi pada anak-anak.
Sekitar 1-2% bayi alergi terhadap susu sapi, sekitar 8% anak menunjukkan reaksi
yang tidak diinginkan terhadap makanan, dan 2% orang dewasa juga menderita
alergi makananPerkiraan insidensi alergi makanan yang diantara IgE dan merupakan
hipersensitivitas tipe I berkisar dari 0,1% hingga 7,0% populasi.
3. Etiologi
Faktor yang berperan dalam alergi
makanan kami bagi menjadi 2 yaitu :
a. Faktor Internal
·
Imaturitas usus secara
fungsional (misalnya dalam fungsi-fungsi : asam lambung, enzym-enzym usus,
glycocalyx) maupun fungsi-fungsi imunologis (misalnya : IgA sekretorik)
memudahkan penetrasi alergen makanan. Imaturitas juga mengurangi kemampuan usus
mentoleransi makanan tertentu.
·
Genetik berperan dalam
alergi makanan. Sensitisasi alergen dini mulai janin sampai masa bayi dan
sensitisasi ini dipengaruhi oleh kebiasaan dan norma kehidupan setempat.
·
Mukosa dinding saluran
cerna belum matang yang menyebabkan penyerapan alergen bertambah.
b. Fakor
Eksternal
·
Faktor pencetus :
faktor fisik (dingin, panas, hujan), faktor psikis (sedih, stress) atau beban
latihan (lari, olah raga).
·
Contoh makanan yang
dapat memberikan reaksi alergi menurut prevalensinya
Ikan 15,4 %
Telur 12,7 %
Susu 12,2 %
Kacang 5,3 %
Gandum $,7 %
Apel 4,7 %
Kentang 2,6 %
Coklat 2,1 %
Babi 1,5 %
·
Hampir semua jenis
makanan dan zat tambahan pada makanan dapat menimbulkan reaksi alergi.
4.
Patofisiologi
Saat pertama kali
masuknya alergen (ex. telur ) ke dalam tubuh seseorang yang
mengkonsumsi makanan tetapi dia belum pernah terkena alergi. Namun ketika untuk
kedua kalinya orang tersebut mengkonsumsi makanan yang sama barulah tampak
gejala – gejala timbulnya alergi pada kulit orang tersebut.Setelah tanda –
tanda itu muncul maka antigen akan mengenali alergen yang masuk yang akan
memicu aktifnya sel T ,dimana sel T tersebut yang akan merangsang sel B
untuk mengaktifkan antibodi ( Ig E ). Proses ini mengakibatkan melekatnya
antibodi pada sel mast yang dikeluarkan oleh basofil. Apabila seseorang
mengalami paparan untuk kedua kalinya oleh alergen yang sama maka akan terjadi
2 hal yaitu,:
1.
Ketika mulai terjadinya
produksi sitokin oleh sel T. Sitokin memberikan efek terhadap berbagai sel
terutama dalam menarik sel – sel radang misalnya netrofil dan eosinofil,
sehingga menimbulkan reaksi peradangan yang menyebabkan panas.
2.
Alergen tersebut
akan langsung mengaktifkan antibodi ( Ig E ) yang merangsang sel mast kemudian
melepaskan histamin dalam jumlah yang banyak , kemudian histamin tersebut
beredar di dalam tubuh melalui pembuluh darah. Saat mereka mencapai kulit,
alergen akan menyebabkan terjadinya
gatal,prutitus,angioderma,urtikaria,kemerahan pada kulit dan dermatitis. Pada
saat mereka mencapai paru paru, alergen dapat mencetuskan terjadinya asma.
Gejala alergi yang paling ditakutkan dikenal dengan nama anafilaktik syok.
Gejala ini ditandai dengan tekanan darah yang menurun, kesadaran menurun, dan
bila tidak ditangani segera dapat menyebabkan kematian
5.
Klasifikasi
·
Hipersensitivitas
anafilaktif ( tipe 1 )
Keadaan ini merupakan hipersensitivitas
anafilaktif seketika dengan reaksi yang di mulai dalam tempo beberapa menit
sesudah kontak dengan antigen.
·
Hipersensitivitas sitotoksik
( tipe 2 )
Hipersensitivitas sitotoksik
terjadikalau sistem kekebalan secara keliru mengenali konsituen tubuh yang
normal sebagai benda asing.
·
Hipersensitivitas
kompleks imun ( tipe 3 )
kompleks imun terbentuk ketika antigen
terikat dengan antibodi dan dibersihkan dari dalam sirkulasi darah lewat kerja
fagositik.
·
Hipersensitivitas Tipe
lambat (tipe 4 )
Reaksi ini yang juga dikenal
sebagai hipersensitivitas seluler, terjadi 24 hingga 72 jam sesudah kontak
dengan allergen
6.
Gejala Klinis
Adapun Gejala klinisnya :
· Pada saluran pernafasan : asma
· Pada saluran cerna: mual,muntah,diare,nyeri
perut
· Pada kulit: urtikaria.
angioderma,dermatitis,pruritus,gatal,demam,gatal
· Pada mulut: rasa gatal dan pembengkakan bibir
7.
Pemeriksaan Fisik
·
Inspeksi : apakah ada kemerahan,
bentol-bentol dan terdapat gejala adanya urtikaria,angioderma,pruritus
dan pembengkakan pada bibir
·
Palpasi : ada nyeri
tekan pada kemerahan
·
Perkusi : mengetahui
apakah diperut terdapat udara atau cairan
·
Auskultasi : mendengarkan
suara napas, bunyi jantung, bunyi usus( karena pada oarng yang menderita alergi
bunyi usunya cencerung lebih meningkat)
8.
Pemeriksaan Penunjang
·
Uji kulit :
sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup seperti tungau,
kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau alergen makanan
seperti susu, telur, kacang, ikan).
·
Darah tepi :
bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung leukosit 5000/ml
disertai neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi makanan.
·
IgE total dan spesifik:
harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai umur 20 tahun. Kadar IgE lebih
dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa penderita adalah atopi, atau
mengalami infeksi parasit atau keadaan depresi imun seluler.
·
Tes intradermal
nilainya terbatas, berbahaya.
·
Tes hemaglutinin dan
antibodi presipitat tidak sensitif.
·
Biopsi usus : sekunder
dan sesudah dirangsang dengan makanan food chalenge didapatkan inflamasi /
atrofi mukosa usus, peningkatan limfosit intraepitelial dan IgM. IgE ( dengan
mikroskop imunofluoresen ).
·
Pemeriksaan/ tes D
Xylose, proktosigmoidoskopi dan biopsi usus.
·
Diit coba buta ganda (
Double blind food chalenge ) untuk diagnosa pasti
9. Diagnostik
· Gangguan saluran cerna dengan diare dan atau
mual muntah, misalnya : stenosis pilorik, Hirschsprung, defisiensi enzim,
galaktosemia, keganasan dengan obstruksi, cystic fibrosis, peptic disease dan
sebagainya.
· Reaksi karena kontaminan dan bahan-bahan
aditif, misalnya : bahan pewarna dan pengawet, sodium metabisulfite, monosodium
glutamate, nitrit, tartrazine, toksin, fungi (aflatoxin), fish related
(scombroid, ciguatera), bakteri (Salmonella, Escherichia coli, Shigella), virus
(rotavirus, enterovirus), parasit (Giardia, Akis simplex), logam berat,
pestisida, kafein, glycosidal alkaloid solanine, histamin (pada ikan),
serotonin (pisang, tomat), triptamin (tomat), tiramin (keju) dan sebagainya.
· Reaksi psikologi
10. Therapy/Pengobatan
Ada beberapa regimen diet yang bisa
digunakan :
1.
”ELIMINATION DIET”: beberapa
makanan harus dihindari yaitu Buah, Susu, Telur, Ikan dan Kacang, di Surabaya
terkenal dengan singkatan BSTIK. Merupakan makanan-makanan yang banyak
ditemukan sebagai penyebab gejala alergi, jadi makanan-makanan dengan indeks
alergenisitas yang tinggi. Indeks ini mungkin lain untuk wilayah yang lain,
sebagai contoh dengan DBPFC mendapatkan telur, kacang tanah, susu sapi, ikan,
kedelai, gandum, ayam, babi, sapi dan kentang, sedangkan Bischop mendapatkan
susu, telur, kedelai dan kacang.
2.
”MINIMAL DIET 1”
(Modified Rowe’s diet 1): terdiri
dari beberapa makanan dengan indeks alergenisitas yang rendah. Berbeda dengan
”elimination diet”, regimen ini terdiri dari beberapa bahan makanan yang
diperbolehkan yaitu : air, beras, daging sapi, kelapa, kedelai, bayam, wortel,
bawang, gula, garam dan susu formula kedelai. Bahan makanan lain tidak
diperbolehkan.
3.
”MINIMAL
DIET 2” (Modified Rowe’s Diet 2): Terdiri
dari makanan-makanan dengan indeks alergenisitas rendah yang lain yang
diperbolehkan, misalnya : air, kentang, daging kambing, kacang merah, buncis,
kobis, bawang, formula hidrolisat kasein, bahan makanan yang lain tidak
diperkenankan.
4.
”EGG
and FISH FREE DIET”: diet
ini menyingkirkan telur termasuk makanan-makanan yang dibuat dari telur dan
semua ikan. Biasanya diberikan pada penderita-penderita dengan keluhan dengan
keluhan utama urtikaria, angionerotik udem dan eksema.
5.
”HIS
OWN’S DIET”: menyingkirkan
makanan-makanan yang dikemukakan sendiri oleh penderitanya sebagai penyebab
gejala alergi. Diet dilakukan selama 3 minggu, setelah itu dilakukan provokasi
dengan 1 bahan makanan setiap minggu. Makanan yang menimbulkan gejala alergi
pada provokasi ini dicatat. Disebut alergen kalau pada 3 kali provokasi
menimbulkan gejala alergi. Waktunya tidak perlu berturut-turut. Jika dengan
salah satu regimen diet tidak ada perbaikan padahal sudah dilakukan dengan
benar, maka diberikan regimen yang lain. Sebelum memulai regimen yang baru,
penderita diberi ”carnaval” selama seminggu, artinya selama 1
minggu itu semua makanan boleh dimakan (pesta). Maksudnya adalah memberi hadiah
setelah 3 minggu diet dengan baik, dengan demikian ada semangat untuk menjalani
diet berikunya. Selanjutnya diet yang berikutnya juga dilakukan selama 3 minggu
sebelum dilakukan provokasi.
Bila diet tidak bisa dilaksanakan maka
harus diberi farmakoterapi dengan obat-obatan seperti yang tersebut di bawah
ini :
·
Kromolin, Nedokromil.
Dipakai terutama pada penderita dengan
gejala asma dan rinitis alergika. Kromolinumumnya
efektif pada alergi makanan dengan gejala Dermatitis Atopi yang disebabkan
alergi makanan. Dosis
kromolin untuk penderita
asma berupa larutan 1% solution (20 mg/2mL) 2-4 kali/hari untuk nebulisasi atau
berupa inhalasi dengan metered-dose inhaler 1,6 mg (800 µg/inhalasi) 2-4
kali/hari. Untuk rinitis alergik digunakan obat semprot 3-4 kali/hari yang
mangandung kromolin 5.2 mg/semprot. Untuk konjungtivitis diberikan tetes mata
4% 4-6 x 1 tetes mata/hari.Nedokromil untuk
nebulisasi tak ada. Yang ada berupa inhalasi dengan metered-dose inhaler dan
dosis untuk asma adalah 3,5 mg (1,75 mg/inhalasi) 2-4 kali/hari. Untuk
konjungtivitis diberikan tetes mata nedokromil 2% 4-6 x 1-2 tetes mata/hari.
· Glukokortikoid.
Digunakan terutama bila ada gejala asma.
Steroid oral pada asma akut digunakan pada yang gejala dan PEF nya makin hari
makin memburuk, PEF yang kurang dari 60%, gangguan asma malam dan menetap pada
pagi hari, lebih dari 4 kali perhari, dan memerlukan nebulizer serta
bronkodilator parenteral darurat. menggunaan bronkodilator. Steroid oral yang dipakai adalah :
metil prednisolon, prednisolon dan prednison. Prednison diberikan sebagai dosis awal
adalah 1-2 mg/kg/hari dosis tunggal pagi hari sampai keadaan stabil kira-kira 4
hari kemudian diturunkan sampai 0,5 mg/kg/hari, dibagi 3-4 kali/hari dalam 4-10
hari. Steroid parenteral
digunakan untuk penderita alergi makanan dengan gejala status asmatikus,
preparat yang digunakan adalah metil
prednisolon atau hidrokortison dengan dosis 4-10 mg/kg/dosis tiap 4-6
jam sampai kegawatan dilewati disusul rumatan prednison oral. Steroid hirupan
digunakan bila ada gejala asma dan rinitis alergika.
· Beta
adrenergic agonist
Digunakan untuk relaksasi otot polos
bronkus. Epinefrin subkutan bisa diberikan dengan dosis 0,01 mg/kg/dosis
maksimum 0,3 mg/dosis.
· Metil
Xantin
Digunakan sebagai bronkodilator. Obat
yang sering digunakan adalah aminofilin danteofilin, dengan dosis awal
3-6/kg/dosis, lanjutan 2,5 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam.
· Simpatomimetika
Simpatomimetika terdiri
atas :
Efedrin :
0,5 – 1,0 mg/kg/dosis, 3 kali/24 jam
Orciprenalin :
0,3 – 0,5 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
Terbutalin :
0,075 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
Salbutamol :
0,1 – 0,15 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
11.
Prognosis
Alergi makanan biasanya akan
membaik pada usia tertentu. Setelah usia 2 tahun biasanya imaturitas saluran
cerna akan membaik. Sehingga setelah usia tersebut gangguan saluran cerna
karena alergi makanan juga akan ikut berkurang. Bila gangguan saluran cerna
akan membaik maka biasanya gangguan perilaku yang terjadipun akan berkurang.
Selanjutnya pada usia di atas 5 atau 7 tahun alergi makananpun akan
berkurang secara bertahap. Perbaikan gejala alergi makanan dengan bertambahnya
usia inilah yang menggambarkan bahwa gejala Autismepun biasanya akan tampak
mulai membaik sejak periode usia tersebut. Meskipun alergi makanan
tertentu biasanya akan menetap sampai dewasa, seperti udang, kepiting atau
kacang tanah.
B.
ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
A. ( Data subjektif dan Data Objektif)
Data dasar,
meliputi :
· Identitas Pasien (nama, jenis kelamin, umur,
status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa
medis, sumber biaya, dan sumber informasi)
· Identitas Penanggung (nama, jenis kelamin,
umur, status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan
hubungan dengan pasien)
B. Riwayat Keperawatan,
meliputi :
·
Riwayat Kesehatan
Sekarang
Mengkaji data
subjektif yaitu data yang didapatkan dari klien, meliputi:
Alasan masuk
rumah sakit:
Pasien mengeluh nyeri perut,sesak
nafas, demam,bibirnya bengkak,tibul kemerahan pada kulit,mual muntah,dan terasa
gatal
ü
Keluhan utama
1. Pasien
mengeluh sesak nafas
2. Pasien
mengeluh bibirnya bengkak
3. Pasien
mengaku tidak ada nafsu makan, mual dan muntah
4. Pasien
mengeluh nyeri di bagian perut
5. Pasien
mengeluh gatal-gatal dan timbul kemerahan di sekujur tubuhnya.
6. Pasien
mengeluh diare
7. Pasien
mengeluh demam
ü
Kronologis keluhan
Pasien mengeluh nyeri perut,sesak nafas,
demam,bibirnya bengkak,tibul kemerahan pada kulit,mual muntah,dan terasa gatal
tertahankan lagi sehingga pasien dibawa ke rumah sakit.
·
Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Mengkaji apakah sebelumnya pasien
pernah mengalami sakit yang sama atau yang berhubungan dengan penyakit yang
saat ini diderita. Misalnya, sebelumnya pasien mengatakan pernah mengalami
nyeri perut,sesak nafas, demam,bibirnya bengkak,tibul kemerahan pada kulit,mual
muntah,dan terasa gatal dan pernah menjalani perawatan di RS atau pengobatan
tertentu.
·
Riwayat Kesehatan
Keluarga
Mengkaji apakah dalam keluarga
pasien ada/tidak yang mengalami penyakit yang sama.
·
Riwayat Psikososial dan
Spiritual
Mengkaji orang terdekat dengan
pasien, interaksi dalam keluarga, dampak penyakit pasien terhadap keluarga,
masalah yang mempengaruhi pasien, mekanisme koping terhadap stres, persepsi
pasien terhadap penyakitnya, tugas perkembangan menurut usia saat ini, dan
sistem nilai kepercayaan.
Dikaji berdasarkan 14 kebutuhan
dasar menurut Virginia Handerson, yaitu :
Bernafas
Dikaji apakah pasien mengalami
gangguan pernafasan, sesak, atau batuk, serta ukur respirasi rate.
Makan
Dikaji apakah klien menghabiskan
porsi makan yang telah disediakan RS, apakah pasien mengalami mual atau muntah
ataupun kedua-duanya.
Minum
Dikaji kebiasaan minum pasien
sebelum dan saat berada di RS, apakah ada perubahan (lebih banyak minum atau
lebih sedikit dari biasanya).
Eliminasi (BAB /
BAK)
Dikaji pola
buang air kecil dan buang air besar.
Gerak dan aktifitas
Dikaji apakah pasien mengalami
gangguan/keluhan dalam melakukan aktivitasnya saat menderita suatu penyakit
(dalam hal ini adalah setelah didiagnosa mengalami alergi) atau saat menjalani
perawatan di RS.
Rasa Nyaman
Dikaji kondisi pasien yang
berhubungan dengan gejala-gejala penyakitnya, misalnya pasien merasa nyeri di
perut bagian kanan atas (dikaji dengan PQRST : faktor penyebabnya,
kualitas/kuantitasnya, lokasi, lamanya dan skala nyeri)
Kebersihan
Diri
Dikaji
kebersihan pasien saat dirawat di RS
Rasa Aman
Dikaji apakah pasien merasa cemas
akan setiap tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya, dan apakah pasien
merasa lebih aman saat ditemani keluarganya selama di RS.
Sosial
dan komunikasi
Dikaji bagaimana interaksi pasien
terhadap keluarga, petugas RS dan lingkungan sekitar (termasuk terhadap pasien
lainnya).
Pengetahuan
Dikaji tingkat pengetahuan pasien
tentang penyakitnya yang diderita saat ini dan terapi yang akan diberikan untuk
kesembuhannya.
Rekreasi
Dikaji apakah
pasien memiliki hobi ataupun kegiatan lain yang ia senangi.
Spiritual
Dikaji bagaimana pendapat pasien
tentang penyakitnya, apakah pasien menerima penyakitnya adalah karena murni
oleh penyakit medis ataupun sebaliknya.
· Pemeriksaan fisik

Tingkat
kesadaran CCS
Tanda-tanda
vital

· Kepala
dan leher
· Dada
· Payudara
dan ketiak
· Abdomen
· Genitalia
· Integument
· Ekstremitas
· Pemeriksaan
neurologist
·
Pemeriksaan Penunjang








·
Analisa Data
Data Subjektif






Data objektif





II.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Adapun diagnose keperawatan yang dapat kami ambil:
1..Ketidakefektifan
pola nafas berhubungan dengan terpajan allergen
2.Hipertermi
berhubungan dengan proses inflamasi
3.Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan infalamasi dermal,intrademal sekunder
4.Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih
5.Nyeri
akut berhubungan dengan agen cedera biologi ( allergen,ex: makanan)
III.RENCANA KEPERAWATAN
1.
Pola nafas tidak
efektif berhubungan dengan terpajan allergen
Tujuan : setelah
diberikan askep selama ….x15 menit. diharapkan pasien menunjukkan pola nafas
efektif dengan frekuensi dan kedalaman rentang normal.
Kriteria hasil :
Frekuensi
pernapasan pasien normal (16-20 kali per menit)
Pasien
tidak merasa sesak lagi
Pasien
tidak tampak memakai alat bantu pernapasan
Tidak
terdapat tanda-tanda sianosis
Intervensi
:
1. Kaji
frekuensi, kedalaman pernapasan dan ekspansi paru. Catat upaya pernapasan,
termasuk pengguanaan otot bantu/ pelebaran masal.
R/ : kecepatan biasanya meningkat.
Dispenea dan terjadi peningakatan kerja napas. Kedalaman pernapasan berpariasi
tergantung derajat gagal napas. Ekspansi dada terbatas yang berhubungan dengan
atelektasis atau nyeri dada pleuritik.
2. Auskultasi
bunyi napas dan catat adanya bunyi napas adventisius seperti krekels, mengi,
gesekan pleura.
R/ : bunyi napas menurun/ tak ada
bila jalan napas obstruksi sekunder terhadap pendarahan, bekuan/ kolaps jalan
napas kecil (atelektasis). Ronci dan mengi menyertai obstruksi jalan napas/
kegagalan pernapasan.
3. Tinggikan
kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien turun dari tempat tidur dan
ambulansi sesegera mungkin.
R/ : duduk tinggi memungkinkan
ekspansi paru dan memudahkan pernapasan. Pengubahan posisi dan ambulansi
meningkatkan pengisian udara segmen paru berbeda sehingga memperbaiki
difusi gas.
4. Observasi
pola batuk dan karakter secret.
R/ : kongesti alveolar
mengakibatkan batuk kering atau iritasi. Sputum berdarah dapat diakibatkan oleh
kerusakan jaringan atau antikoagulan berlebihan.
5.
Berikan oksigen
tambahan
R/ : memaksimalkan bernapas dan
menurunkan kerja napas
6. Berikan humidifikasi tambahan, mis: nebulizer
ultrasonic
R/ : memberikan kelembaban pada
membran mukosa dan membantu pengenceran secret untuk memudahkan pembersihan.
2.
Hipertermi berhubungan
dengan proses inflamasi
Tujuan : setelah
diberikan askep selama ….x.24 jam diharapkan suhu tubuh pasien menurun
Kriteria
hasil :
Suhu
tubuh pasien kembali normal ( 36,5 oC -37,5 oC)
Bibir
pasien tidak bengkak lagi
Intervensi :
1. Pantau
suhu pasien ( derajat dan pola )
R/ : Suhu 38,9-41,1C
menunjukkan proses penyakit infeksius akut.
2. Pantau
suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi
R/: Suhu ruangan/jumlah selimut harus
diubah untuk mempertahankan mendekati normal
3. Berikan
kompres mandi hangat; hindari penggunaan alcohol
R/: Dapat
membantu mengurangi demam
3. Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan infalamasi dermal,intrademal sekunder
Tujuan : setelah
diberikan askep selama ….x24 jam diharapkan pasien tidak akan mengalami
kerusakan integritas kulit lebih parah
Kriteria
hasil :
Tidak
terdapat kemerahan,bentol-bentol dan odema
Tidak
terdapat tanda-tanda urtikaria,pruritus dan angioderma
Kerusakan
integritas kulit berkurang
Intervensi
:
1. Lihat
kulit, adanya edema, area sirkulasinya terganggu atau pigmentasi
R/: Kulit berisiko
karena gangguan sirkulasi perifer
2. Hindari
obat intramaskular
R/: Edema
interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorpsi obat dan predisposisi
untuk kerusakan kulit
4. Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih
Tujuan : setelah
diberikan askep selama ….x24 jam diharapkan kekurangan volume cairan pada
pasien dapat teratasi.
Kriteria
hasil :
Pasien
tidak mengalami diare lagi
Pasien
tidak mengalami mual dan muntah
Tidak
terdapat tanda-tanda dehidrasi
Turgor
kulit kembali normal
Intervensi
:
1.
Ukur dan pantau TTV,
contoh peningakatan suhu/ demam memanjang, takikardia, hipotensi ortostatik.
R/ : peningkatan suhu
atau memanjangnya demam meningkatkan laju metabolic dan kehilangan cairan
melalui evaporasi. TD ortostatik berubah dan peningkatan takikardia menunjukkan
kekurangan cairan sistemik.
2.
Kaji turgor kulit,
kelembaban membrane mukosa (bibir, lidah).
R/ : indicator langsung keadekuatan
volume cairan, meskipun membrane mukosa mulut mungkin kering karena napas
mulut dan oksigen.
3.
Monitor intake dan
output cairan
R/ : mengetahui
keseimbangan cairan
4.
Beri obat sesuai indikasi misalnya
antipiretik, antiemetic.
R/ : berguna
menurunkan kehilangan cairan
5.
Berikan cairan tambahan
IV sesuai keperluan
R/ : pada adanya penurunan masukan/
banyak kehilangan, penggunaan parenteral dapat memperbaiki atau mencegah
kekurangan.
5.Nyeri akut berhubungan dengan
agen cedera biologi ( alergen,ex: makanan)
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x 24 jam diharapkan nyeri pasien
teratasi
kriteria
hasil :
Pasien
menyatakan dan menunjukkan nyerinya hilang
Wajah
tidak meringis
Skala
nyeri 0
Hasil
pengukuran TTV dalam batas normal, TTV normal yaitu :
Tekanan
darah
: 140-90/90-60 mmHg
Nadi
: 60-100 kali/menit
Pernapasan
: 16-20 kali/menit
Suhu
: Oral (36,1-37,50C)
Rektal
(36,7-38,10C)
Axilla
(35,5-36,40C)
Intervensi
:
1.
Ukur TTV
R/ : untuk mengetahui
kondisi umum pasien
2.
Kaji tingkat nyeri
(PQRST)
R/ : Untuk mengetahui
faktor pencetus nyeri
3.
Berikan posisi yang
nyaman sesuai dengan kebutuhan
R/ : memberikan rasa
nyaman kepada pasien
4.
Ciptakan suasana yang
tenang
R/ : membantu pasien
lebih relaks
5.
Bantu pasien melakukan
teknik relaksasi
R/ : membantu dalam
penurunan persepsi/respon nyeri. Memberikan kontrol situasi meningkatkan
perilaku positif.
6.
Observasi gejala-gejala
yang berhubungan, seperti dyspnea, mual muntah,
palpitasi, keinginan berkemih.
R/ : tanda-tanda
tersebut menunjukkan gejala nyeri yang dialami pasien.
7.
Kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian analgesik
R/ : Analgesik
dapat meredakan nyeri yang dirasakan oleh pasien.
IV.EVALUASI
Diagnosa
|
Evaluasi
|
1
|
S
: pasien mengeluh tidak sesak lagi
O
: pasien bernafas normal (16-24 x/menit),tidak terdapat tanda-tanda
sianosis,pasien tidak mengalami gangguan pola nafas,pasien tidak tampak
menggunakan alat bantu pernapasan.
A
: tujuan tercapai
P
: Pertahankan kondisi pasien
|
2
|
S:Pasien
mengatakan tidak demam lagi
O:
Suhu tubuh pasien kembali normal ( 36,5 oC -37,5 oC),bibir
pasien tidak tampak bengkak lagi.
A:Tujuan
tercapai
P:Pertahankan
kondisi pasien
|
3
|
S
: Pasien mengatakan kulitnya sudah tidak merah-merah lagi
O
: kerusakan integritas kulit pada pasien berkurang,tanda-tanda
angioderma,pruritus dan urtikaria sudah mulai berkurang,kulit pasien tidak
terdapat kemerahan.
A:
tujuan tercapai sebagian
P:
lanjutkan intervensi ( no 1 dan 2)
|
4
|
S
: pasien mengatakan tidak merasa mual,muntah dan mencret lagi
O:
intake & output pasien seimbang,TTV dalam batas normal(TD :
120/80-140/90,Suhu aksila: 36,5 oC -37,5 oC,Frekuensi
pernapasan : 16-24 x / menit,Nadi: 60-100x/menit),tidak terdapat tanda-tanda
sianosis,turgor kulit kembali normal.
A
: tujuan tercapai
P
: Pertahankan kondisi pasien
|
5
|
S
: pasien mengatakan nyerinya sudah berkurang
O:
wajah pasien tampak tenang dan tidak meringis
A
: tujuan tercapai
P
: Pertahankan kondisi pasien
|
No comments:
Post a Comment